Kitabini mengandungi wahyu Allah Taala kepada Nabi Musa a.s. Ia diturunkan khusus untuk umat Nabi Musa a.s. Kitab Injil merupakan kesinambungan kitab Nabi Allah yang terdahulu iaitu Zabur. Kitab Taurat kemudian diikuti dengan penurunan kitab Injil dan kitab suci yang terakhir iaitu Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad s.a.w, sebagai pelengkap kepada Uploaded byMuhammad Arif 82% found this document useful 11 votes38K views7 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsPDF or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document82% found this document useful 11 votes38K views7 pages19 Surah MaryamUploaded byMuhammad Arif Full descriptionJump to Page You are on page 1of 7Search inside document You're Reading a Free Preview Pages 4 to 6 are not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Akhlakdan keperibadian Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam memainkan peranan utama dalam perlaksanaan tanggungjawabnya. Firman Allah Subhanahuwata’ala: 3. "Adalah pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi sesiapa yang berharap untuk bertemu dengan Allah dan Hari Akhirat, dan mengingati Allah sebanyak-banyaknya". (Surah Al Kini, Maryam seakan-akan lebur menjadi satu titik. Dan titik itu adalah titik kepedihan. Satu titik yang membuatnya semakin mengerut dalam kesakitan seakan-akan tulang-tulang di sekujur tubuhnya hendak dipisahkan. Pandangan kedua matanya menjadi gelap. Maryam pun roboh, terkulai di atas tanah. Ia mencoba bangkit dengan susah-payah, dengan tenaga yang sedikit tersisa... Rasa sakit yang diderita Maryam semakin terasa saat bayi yang berada di dalam kandungannya bergerak-gerak. Dalam rasa sakit yang tidak tertahan itu, Maryam membungkuk untuk mengusap tubuhnya yang basah oleh keringat. Ini adalah rasa sakit yang timbul pada saat akan melahirkan. Terlebih, dia hanya seorang diri. Malu Maryam kepada dirinya yang begitu papa. Ia pun bersimpuh di atas tanah. Apakah yang sebenarnya telah terjadi dalam kehidupannya? Seakan-akan air tak pernah berhenti mengalir dari dalam kandungannya seperti guyuran timba dari sebuah sumur yang dalam. Keadaan inilah yang membuat Maryam bertekuk lutut, bersimpuh lemas di atas tanah.... Namun, beberapa saat kemudian, Maryam berusaha menjejakkan kedua kakinya dengan rasa sakit yang begitu menusuk jantungnya. 242Dirinya tidak bisa tenang tanpa bergerak lantaran rasa sakit yang ditahannya. Kesakitan yang akhirnya membuat Maryam bersandar pada sebatang pohon kurma. Pohon yang telah mengering seluruh batang dan daunnya. Pohon yang berada di tanah kering dengan batu-batuan yang runcing. “Aduuuh!!!” rintih Maryam pedih. “Aduh kurma! Kurma kering, kurma yang sama menderita denganku. Sungguh, demi Tuhan yang telah menumbuhkan dirimu dalam tanah kering berbatu panas dan tajam! Apakah dirimu telah ditumbuhkan di sini demi dapat menjadi sandaran bagi seorang yatim?” -o0o- 24327. Caan Cta Sbang Pohon urma Sebatang pohon kurma telah menjadi saksi bagi Maryam. Ia ikut menangis tersedu-sedu dengan air mata yang terus berlinang. Entah apa saja yang akan dia katakan jika mampu berbicara dengan sahabatnya yang kini sedang dalam derita. “Ah ibunda Maryam. Maryam yang telah dipilih oleh Rabbi. Maryam yang telah dikurbankan. Maryam yang telah disucikan. Maryam yang tirainya tertutup rapat untuk dunia, tapi terbuka kepada Allah Maryam yang terang cahaya keningnya sebagai penanda seorang hamba yang terpilih. Mengering sudah sekujur dahan-dahan dan daunku ini saking lamanya menunggu dirimu. Tak tersisa sudah air di kandung badan. Jika saja sebelumnya tidak diberi berita gembira akan hari saat engkau bersandar di punggung batangku, niscaya telah 244lama sudah kesabaranku berakhir. Telah lama pula diriku membusuk bercampur tanah. Lenyap sudah diriku jika tidak tersisa harapan akan perjumpaan denganmu. Dan kini, sebagaimana yang engkau lihat, diriku adalah sebatang pohon kurma yang telah mengering, sebatang pohon yang setelah ini akan tercatat sebagai pohon yang pemalu namun cerah kehidupan masa depanku. Sungguh, segala puji dan syukur aku panjatkan ke hadirat Allah yang telah menitahkan diriku sebagai teman dan kekasih di dalam kegelapan malam. Ia telah memilih diriku di antara semua pohon untuk menjadi sandaran saat engkau begitu lemah. Janganlah engkau lihat diriku yang telah mengering daun dan dahan-dahannya. Banyak sekali darwis yang telah lama melebur dalam jalan perjuangannya di tengah-tengah padang pasir saat mereka mencari jejak sang kekasihnya. Sampai-sampai mereka sendiri telah melebur menjadi jalan. Seperti para darwis itulah diriku jika engkau tahu saat engkau belum datang dan menyandarkan tubuhmu. Saat-saat sebelum engkau datang, penantian merupakan kesendirian teramat pedih yang tiada berujung. Kini, pada malammu yang pedih ini, terimalah diriku yang sudah tua dan kering ini sebagai temanmu sebagaimana ibumu yang teramat engkau rindukan dan ayahmu yang tidak pernah engkau lihat wajahnya. Ah, Maryam! Saudaraku yang tinggal sebatang kara.... Saudaraku yang berwajah cantik, yang pada malam- malam hari seorang diri dalam derita. Engkaulah yang selama bertahun-tahun ini aku tunggu. Engkau datang seperti bintang, tepat pada saat harapanku hampir punah. 245Bagaikan sungai... Bagaikan dalil... Bagaikan ayat… Segala puji dan syukur aku panjatkan kepada Zat yang telah menjadikanku sebagai kekasihmu, yang telah membubuhkan namaku dalam buku-buku catatan bersanding dengan namamu... Selamat datang! Wahai saudaraku tercinta. Kini, engkau bisa bersandar dengan sepenuhnya pada batangku. Janganlah takut, pijakan akar-akarku tidak akan roboh. Akar-akarku telah terikat dengan takdir yang telah dititahkan kepadamu. Karena itulah tidak mungkin aku pergi, tidak mungkin aku akan lari. Wallahi. Billahi. Tallahi. Tidak mungkin aku berputus asa dari sumpahku. Selamat datang temanku yang telah bertahun-tahun aku tunggu, teman yang demi takdir yang telah digariskan kepadamu aku rela bersimpuh bertahun-tahun menunggu. Dan sekarang, saatnya Maryam bersandar dengan rasa aman. Entah berapa musim salju silih berganti, berapa musim semi, musim panas... entah berapa lama terik padang pasir membakar kepalaku. Namun, aku tetap bersabar, tetap teguh, tetap bertahan.... Dan hanya untuk beberapa saat engkau bersandar, semua kepedihan, kesakitan, dan perjuangan ini aku lakukan… 246Agar kekasihku merasa nyaman bersandar, aku relakan pelepah dan daun-daunku mengering. Hingga sekarang ibunda Maryam, Ibunda sang Marziyyah, Ibunda sang Saiyyah, Ibunda sang Azra, Ibunda sang Asra, Ibunda sang Bakirah, Ibunda sang Marbubah, Ibunda sang Zahra, Ibunda sang Mahjubah, Ibunda sang Masummah, Ibunda sang Zahidah, Nama terbaik dari nama-nama yang baik.. Sekaranglah saatnya engkau mengenakan mahkota kesabaran, keteguhan. Dan sejak saat ini, semua makhluk di sepanjang zaman akan mengenalmu sebagai seorang yang bersandar pada sebatang pohon kurma dengan mengenakan mahkota gelar kesabaran dalam setiap ujian kesabaran, keteguhan, dan ketegaran Rabbani. Sekarang, teguhkanlah, kuatkanlah dirimu sehingga setiap kaum hawa setelahmu juga akan melihatmu seraya bersandar sepertimu dalam setiap derita yang dipikulnya. Sungguh, engkaulah pengantin wanita sang kesabaran, Sungguh, engkaulah malaikat keteguhan, Penuntun setiap nama dalam ketabahan, Teladan terbaik dalam ketahanan... 247Dengan demikian, setiap hamba yang memikul kepedihan ini, demi rida Allah, juga akan mengenangku. Mengenang dan dengan seizin Allah, kemudian bersandar pada batang kurmaku ini yang sejatinya hina. Semoga salam terucap kepada siapa saja yang membubuhkan namaku sebagai sebatang pohon kurma kering’ dalam catatannya. Sebatang pohon kurma kering yang terbakar oleh terik matahari cinta, yang mengorbankan dirinya demi bunda Maryam sang kekasihnya.” -o0o- 24828. ithn Marym “Kepedihan yang dirasakan saat hendak melahirkan mendorongnya untuk bersandar pada sebatang pohon kurma kering. Seandainya saja,’ katanya. Seandainya saja diriku mati sebelumnya sehingga menjadi seorang yang hilang dilupakan.’” Saat-saat Maryam merasakan sakit karena hendak melahirkan, takdir telah menuntunnya untuk berjalan ke tempat yang sama sekali tidak ia ketahui. Ia telah mengandung seorang bayi tanpa suami. Dan ini adalah ujian terberat dari Allah bagi seorang wanita. Sebuah ujian yang paling berat sepanjang zaman. Sebuah cobaan paling berat bagi kehormatan dan kesucian seorang wanita. Namun, bukankah saat di awal kehidupannya pun Maryam telah diberi isyarat bahwa “wanita tidak seperti laki-laki?” Dan kini, ujian yang telah ditimpakan kepadanya 249sebagai seorang wanita akan dicatat sebagai pelajaran bagi kaum hawa dalam menghadapi ujian agar tabah dan teguh hati. “Diriku tidak jauh lebih kuat daripada sehelai kecambah dalam langkahku di dunia ini.” Diriku adalah Maryam Seorang yatim lagi sebatang kara.... Diriku seperti sungai yang mengering dalam dekapan gunung. Laksana sebatang cabang dari pohon Huda-yi Nabit yang tumbuh dalam pemeliharan Allah. “Akar-akarku telah terikat dalam tanah,” kata sebatang pohon kurma kering. Sementara itu, takdirlah yang telah mengikat diriku. Tidak mungkin bisa lari dari ketentuan takdir… demikian diriku menunduk seraya bersabar. Diriku selalu berada di dalam ruangan. Berada di dalam diriku sendiri. Namun, malam ini aku diperintahkan untuk keluar. Berpindah. Berada di luar. Tanpa rumah. Tanpa atap. Tanpa alamat tujuan. Tanpa ada rumah, tanpa ada pintu untuk diketuk. Tak pernah diriku berjalan. Tak pernah diriku pergi. Hingga tak pernah pula diriku beralas kaki. Dalam sunyi gelapnya malam ini, 250Di tengah-tengah gunung yang tidak aku kenal, tidak pula aku mengerti ini. Dalam kesendirian di luar untuk melangkah dan melangkah tanpa aku mengerti, tanpa aku kenali. Aku kedinginan, wahai sebatang pohon kurma kering! Aku menggigil, wahai sahabatku! Selimutilah diriku, sembunyikan diriku… jangan engkau perlihatkan diriku pada orang lain. Setelah saat ini, setiap buku catatan akan membubuhkan kisah tentang apa saja yang aku alami. Ah! Bukalah tanahmu biar aku membenamkan diri di sampingmu; di dalam tanahmu yang hangat. Biarlah manusia melupakan diriku, biarlah manusia tidak menuliskan cerita tentang diriku. Dalam udara sedingin es, Sepanas api, Sekeras besi, Namun, siapa yang mengangkat hijabku? Ah! Jika saja diriku mati, mati.... Hingga tak akan pernah dibubuhkan ke dalam buku catatan, Hingga pena pun tak akan menuliskan namaku, Dan diriku akan menjadi orang yang hilang dilupakan...” -o0o- 25129. Suara eiga Jiwa mana yang menitahkan takdir rela menyaksikan rintihan pedih bunda Maryam bersama sebatang pohon kurma kering yang menjadi sandarannya. Tentu saja titah takdir tidak memiliki jiwa. Namun, demikianlah gambarannya. Allah, Zat yang bertitah, sejatinya tidak rela. Saat menyusun serangkaian ujian, Ia juga telah menyusun pendukung untuk menguatkan hati hamba-Nya. Karena itu, tanpa disangka-sangka, saat pintu harapan seakan mulai meredup, Allah memberikan kekuatan kepada Maryam untuk bersandar pada sebatang pohon kurma kering serta mengutus malaikat dan Isa untuk menjadi pendukungnya. Begitu kepedihan semakin menjadi, Maryam semakin sadar adanya kehangatan dalam setiap tarikan napasnya. Seolah-olah Allah yang telah menjadikan kesunyian malam terasa semakin pekat dalam derita, semakin menyayat di lubuk hatinya, telah mengirimkan para malaikat untuk melegakan hati Maryam. Pada saat-saat itulah terdengar suara Jibril  “Janganlah kamu bersedih hati. Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu. Niscaya pohon itu akan 252menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka, makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah, Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah sehingga aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’” Lahirlah putra Maryam. Lepaslah kandungan Maryam. Seorang bayi yang Allah sendiri telah menyebutnya sebagai kalamullah telah lahir ke dunia sebagai mukjizat, sebagaimana Adam . Dan saat itu, Maryam hanyalah seorang diri. Kesendirian yang telah diatur Allah sehingga dunia dan isinya tidak lagi manis baginya. Bersama dengan keindahan dan kemegahannya, dunia telah meninggalkannya. Ia memang bukan seperti manusia pada umumnya yang membahagiakan diri dengan harapan duniawi, sehingga rintih dan kepedihannya bukan bersandar pada dunia dan nafsu manusia. Kepapaan dan kesendirian adalah medan yang telah disiapkan secara khusus oleh Allah untuk menempa jiwanya. Oleh karena itu, ketika manusia berteman dengan nafsu dan kebutuhan jasmani, Maryam berteman dengan para malaikat yang mengajari, menemaninya dalam penghambaan kepada Allah. 253Dan meski kenyataannya Maryam tercipta di dunia, Namun jiwa dan kehidupan bukanlah untuknya... Dialah seorang diri. Seorang yang tidak memiliki ibu, ayah, rumah, dan teman. Seolah kemapanan duniawi telah dicabut darinya demi suatu ujian Ilahi. Kehidupan yang umum dialami oleh layaknya manusia menjadi berlebih bagi seorang Maryam. Hanya dalam batas tertentu yang diperbolehkan baginya sehingga Maryam mampu tabah dalam keterbatasannya dan mampu mencapai tujuan mulianya tanpa terhalang segala hal duniawi. Ia bukan saja panutan bagi kaum hawa, melainkan juga bagi seluruh umat manusia yang dibimbing langsung “secara khusus” oleh Allah. Tidak ada hal yang dibutuhkan untuk menjadi pelipur lara, pendukung, penopang, maupun pemberi kesenangan bagi Maryam, Sejatinya ada beberapa orang yang selalu mendukungnya... Mereka tidak lain adalah Nabi Zakaria dan keluarganya, alam hewan dan tumbuhan, angin, siang, malam, dan juga para malaikat. Dan akhirnya Malaikat Jibril pun datang seraya berseru kepada Maryam. Berseru untuk mengempaskan kepedihan dan derita yang menghimpit jiwanya seperti barisan gunung menindih jantungnya. “Janganlah engkau bersedih hati!” seru Malaikat Jibril kepada Maryam laksana teman atau sahabat tempat berbagai perasaan. Dan dalam masa-masa sulit, Malaikat Jibril memang telah ditugasi untuk menjadi sahabat dekatnya. Setelah bayi Maryam lahir di alam yang paling aman dan paling rahasia, yaitu di perbukitan Betlehem, kuasa Ilahi telah 254menciptakan aliran sungai yang begitu jernih airnya sehingga dapat menghilangkan dahaga yang dirasakan Maryam dan juga bayinya. Dalam kelahiran yang umum, ibu dan ayahlah yang pertama-tama memberi ucapan selamat kepada sang bayi, bidan, dan dokter. Namun, bagi Maryam, sosok itu adalah Malaikat Jibril. “Makan dan minumlah. Selamat, bayimu telah lahir dengan selamat!” demikian seolah ucapan sang malaikat. Sang Ruhul Kuddus.... Sungguh, betapa ia adalah sahabat yang mulia. Utusan Allah yang sempurna, teman berbagi dan juga penopangnya. Semoga salam dari Allah tercurah bagi para kekasih dan kedua hamba-Nya! -o0o- 25530. Para Ali stronoi pn Dim Di atas Suwat, kuda tunggangannya, Merzangus memimpin ketiga pemuda ahli astronomi memacu kudanya sekencang tiupan topan. Tanpa henti, mereka terus memacu kudanya ke arah tenggara al-Quds. Tak ayal, dalam satu malam sampailah mereka ke Lembah Naml’. Nabi Sulaiman bersama pasukannya pernah menyeberangi lembah ini. Lembah berupa koridor sempit memanjang dan diapit pegunungan granit terjal yang seolah- olah tanpa ujung. Lorong curam yang sarat bahaya, ditambah jalan licin berliku-liku, menembus dengan singkat ke kota Askalan. Jalan ini sebenarnya hanya alternatif terakhir ketika perang terjadi atau wabah penyakit melanda. Itu pun harus dipandu seorang yang benar-benar memahami rutenya. Kalau tidak, Lembah Naml tidak lain adalah sebuah wahana kematian. Nama lembah ini diambil dari jenis semut yang begitu lincah merayap dari puncak-puncak bukit yang terjal seperti cerobong pembakaran alami. Inilah hewan paling pintar yang mampu bergerak gesit dalam lembah yang tidak mungkin dilalui manusia dengan berjalan kaki. Sebuah lembah yang 256sama sekali tidak mungkin dilalui seorang pun kecuali seorang pengelana besar dengan sebuah peta yang tidak mungkin pernah dilihat oleh seorang manusia. Merzangus tahu bagaimana menjinakkan Lembah Naml dari gurunya, Zahter. “Suatu hari, jika engkau harus melewati lembah ini, ketahuilah bahwa ia hanya mungkin dilewati dengan sabar dan puasa tanpa bicara,” kata Zahter menasihati murid dan juga anak angkatnya. Kini, Merzangus makin paham makna kata-kata Zahter saat itu. Merzangus juga masih berpikir, jika dirinya urung melintasi lembah itu, ketiga orang yang dipandunya pasti akan menyadari sandiwara yang sedang dimainkan. Mereka pun akan urung mengikuti Merzangus dan balik mengejar Maryam. Oleh karena itu, mau tidak mau dirinya harus menuruni lembah mematikan tersebut. Inilah jalur paling singkat yang dapat mengantarkan musair dari al-Quds ke kota Askalan meski mematikan. Inilah perjuangan seorang Merzangus, yang memilih jalan paling sulit untuk ditempuh dalam kehidupan. Ia tidak ingin rahasia Maryam dan bayi yang akan dilahirkannya terbongkar oleh ketiga ilmuwan itu, suatu hal yang akan membuat pihak penguasa membuntutinya. 257Dengan cambukan lembut pada perutnya, Suwat berlari semakin kencang. Di belakangnya mengejar Ismail Alawi dengan kuda putih bagai bintang menerobos kegelapan malam. Tidak lama kemudian, Ismail mampu mengejar kuda Merzangus. Saat itulah Ismail memberikan isyarat kepada Merzangus untuk memperlambat laju kudanya atau berhenti sejenak. Akhirnya, laju kuda melambat, namun Merzangus dan Suwat tidak menghentikan langkahnya. Suwat tampak marah karena lajunya diperlambat. Ia meringkik sambil melompat-lompat seolah-olah memberi isyarat untuk segera berlari dari ular dan setan yang mungkin keluar dari semak-semak belukar. Saat itu Merzangus membenahi cadarnya kemudian berseru dari atas kudanya. “Ada apa? Apa yang engkau inginkan?” “Temanku tertinggal jauh di belakang. Aku mengkhawatirkan keselamatan mereka. Kami sama sekali belum pernah melewati lembah yang gelap dan mengerikan ini. Namun, jika engkau memerhatikan posisi bintang di langit dan juga embusan udara yang semakin lembap dan asin, ini menunjukkan kita semakin mendekati arah laut. Benarkah engkau akan membawa kami ke tempat Sang Raja dilahirkan?” “Kalau tidak tahu, engkau harus mengikuti aku!” “Tapi, aku sangat mengkhawatirkan keselamatan temanku yang lain. Mereka tidak pandai menunggangi kuda seperti kita. Aku akan kembali mengejar mereka di belakang.” “Tidak bisa! Engkau tidak bisa tinggal diam atau kembali dari lembah ini. Ini adalah Lembah Naml. Lebih-lebih, di lembah ini dilarang keras banyak bicara seperti ini.” 258“Apa? Lembah Naml? Duhai Allah! Benarkah ini adalah lembah yang pernah dilewati Nabi Sulaiman bersama pasukannya? Kalau memang benar, berarti aku harus segera kembali!” Dengan segera Ismail menarik kekang kudanya untuk kembali ke arah semula dengan tekad bulat. Mendapati hal ini, setelah ragu untuk beberapa lama, Merzangus kemudian langsung memacu kudanya dengan kencang. Namun, setelah beberapa lama memacu kudanya dan menembus kegelapan lembah, mereka akhirnya berhenti sejenak untuk menghela napas dalam keputusasaan. Entah mengapa, kedua kuda tunggangannya kini tidak lagi mau berjalan. Belum juga Merzangus berkata “tunggu”, Ismail Alawi sudah melompat dari atas kudanya. Ia jatuh tersungkur dan mulai merintih keras sambil memegangi kedua matanya. Kudanya sendiri melompat-lompat, memukul-mukulkan kakinya dengan meringkik keras. Melihat Ismail yang merintih kesakitan, Merzangus langsung melemparkan selendang ke arahnya. Dengan berpegang pada uluran tali selendang itulah Ismail mencoba bangkit untuk kembali naik ke atas punggung kudanya. Begitu dapat kembali duduk di atas kuda, dalam napas terengah- rengah Ismail pun bertanya dengan nada marah, “Sebenarnya mau kamu bawa ke mana kami, wahai wanita malang!” Merzangus mengeluarkan pedangnya dari kerangkanya seraya berucap salam dengan pedangnya. “Aku adalah seorang prajurit yang telah bersumpah melindungi Maryam putri Imran dan bayi yang akan dilahirkannya.” 259“Aku tidak peduli dengan apa yang ingin kamu lakukan. Tahukah kamu kalau tadi ribuan anak panah tiba-tiba dihunjamkan ke dalam mataku? Tidak hanya itu, aku juga mendengar suara-suara yang sangat aneh. Jeritan anak-anak yang mengatakan jangan sekali-kali engkau mengganggunya!” “Suara yang engkau dengar itu bisa jadi para malaikat atau semut-semut yang menjaga lembah ini. Mereka adalah umat Nabi Sulaiman yang masih ada sampai zaman sekarang. Dan lembah ini berada dalam pengamanan mereka. Tidak pernah ada manusia yang melewati lembah ini dengan berjalan kaki. Kudamu jauh lebih tahu tentang semua ini.” “Siapa sebenarnya dirimu ini? Dari mana asalmu? Bagaimana kamu bisa berkata semua ini?” “Bukankah engkau baru saja bertanya, benarkah ini adalah Lembah Nabi Sulaiman? Ya. Lembah ini adalah tempat semut-semut berucap salam kepadanya. Para malaikat, angin, dan juga jin adalah tentaranya. Mereka semua masih menetap di sini. Karena itulah lembah ini tidak pernah ada dalam peta. Jika yang menjaga lembah ini mengizinkan, mungkin kita bisa menemukan kembali temanmu. Hanya saja, ada satu syaratnya....” “Apa syaratnya? Tunggu, jangan engkau sebutkan. Apa pun syaratnya, aku akan memenuhinya asal bisa menemukan kembali kedua temanku yang hilang di lembah kematian ini.” “Kalau begitu, tutuplah kedua matamu dan ikutilah doa yang akan aku ucapkan. Semoga kita bisa keluar dengan selamat dari lembah ini dan menemukan kedua temanmu. Kemungkinan, mereka sekarang sedang dalam tawanan para tentara Nabi Sulaiman yang tidak kasat mata. Sekarang, 260bersumpahlah untuk tidak akan membuntuti Maryam dan putranya yang akan dilahirkan. Bersumpah pula untuk tidak memberi tahu apa pun tentang ibu dan anak ini kepada Wali Romawi yang telah merencanakan ribuan pembunuhan kepadanya. Paham? Biar sekalian aku ingatkan bahwa tempat ini adalah Lembah Rahasia. Jika engkau tidak menjaga rahasia ini, di mana pun berada para pasukan Nabi Sulaiman akan mendapatkanmu sehingga engkau tidak akan bisa berbuat apa-apa.” Setelah itu, Merzangus mulai membaca doa Ismi Azam. Tertutur oleh kedua bibir Merzangus sembilan puluh sembilan asma Allah dalam satu bacaan doa. Sementara itu, Ismail Alawi dengan khusyuk mendengarkan doa itu sambil berucap amin, amin, amin....’ Setelah selesai berdoa, keduanya mulai memacu kudanya untuk bergegas menyusuri jalan ke arah laut. Saat mentari terbit, keduanya telah sampai di pantai yang membentang di antara Gazza dan Askalan. Tidak hanya itu, mereka juga melihat Urpinasy dan Efridun telah menunggunya di pinggir laut. “Dalam kegelapan malam, kami kehilangan jalan. Akhirnya, tiupan angin memandu kami sampai di tempat ini.” “Angin juga makhluk dan tentara Allah,” kata Merzangus. Untuk beberapa saat, mereka beristirahat di pantai. Saat itulah Merzangus mulai menerangkan sosok Maryam yang sejak kecil telah dikurbankan di jalan Allah. Mereka pun mendengarkannya dengan saksama. Setelah mendengarkan penuturan Merzangus, para ilmuwan astronomi itu yakin bahwa mereka akan ditangkap dan dipaksa menunjukkan keberadaan Maryam bersama 261dengan putranya jika kembali ke al-Quds. Mereka akhirnya sepakat untuk kembali dengan naik kapal dari Gazza menuju Pelabuhan Sayda, kemudian menuju Damaskus. Dengan demikian, mereka tidak akan melewati kota al-Quds beserta daerah di sekitarnya. Dengan cara ini, mereka akan terhindar dari pantauan mata-mata Wali Romawi. Mereka pun berpisah dengan Merzangus. Mereka menitipkan hadiah untuk Isa berupa emas, tanaman murrusafi, dan tumbuhan sejenis tembakau kering. Setelah itu, mereka memacu kudanya menuju Pelabuhan Gazza. Dalam perjalanan pulang, Merzangus tidak lagi melewati Lembah Naml. Ia lebih memilih jalur utara menembus kota Hebron. Orang-orang Yahudi menyebut Nabi Ibrahim dengan nama Hebron. Merzangus pun berziarah ke makam Nabi Ibrahim, Nabi Ishak, dan Nabi Yakub. Sebelum berkunjung ke makam para nabi ini, Merzangus terlebih dahulu mengambil air wudu dan menyelipkan pedang Ridwan di pelana kuda. Sewaktu hidup, Zahter selalu berpesan agar tidak mengunjungi para alim dan nabi, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, dengan membawa pedang. Demikianlah ajaran sang kakek dalam memberi pendidikan mengenai tata krama. Dengan khusyuk, Merzangus berdoa untuk para nabi, istri-istri mereka, dan keluarganya yang dimakamkan di sampingnya. Setelah selesai berdoa, begitu melompat ke punggung Suwat, Merzangus teringat masa kecilnya. Sejak kecil, Zahter telah mendidiknya menjadi seorang yang mahir menggunakan pedang. Suatu hari, saat belajar teknik pedang, Merzangus terjatuh tanpa mampu melawannya. Dengan ujung pedang yang ditudingkan ke lehernya, Zahter berkata, “Jangan sekali- kali engkau mengunjungi para nabi dengan pedang terhunus.” 262Saat itulah Merzangus melakukan gerakan cepat sehingga ia mampu bangkit dan Zahter pun dapat dijatuhkan dalam posisi seperti dirinya sebelumnya. “Baiklah,” kata Zahter. “Aku memberimu izin. Mungkin, suatu hari engkau akan mengangkat pedang untuk mengabdi kepada seorang nabi.” Saat Nabi Isa dilahirkan, pedang Merzangus telah terhunus untuk mengabdi kepadanya. Doa sang kakek yang juga gurunya telah menjadi kenyataan. Dengan kencang Merzangus memacu kudanya sembari menyapu pandangan ke arah Betlehem. “Terhunus sudah pedang Ridwan ini, entah kepada siapa ia akan senantiasa mengabdi?” Waktu telah banyak dilewatkan. Saatnya untuk segera menemukan Maryam. Namun, saat kembali, semua orang ternyata sudah pergi. Bahkan, Nabi Zakaria dan Yusuf sang tukang kayu pun sama sekali tidak mengetahui keberadaan Maryam. Merzangus semakin dirundung rasa gundah. Ia khawatir terjadi sesuatu pada Maryam. “Aku harus segera dapat menemukannya. Tidak mungkin diri ini rela membiarkannya sendiri dalam keadaan sepedih itu,” kata Merzangus seraya melompat ke punggung kudanya tanpa menghiraukan apa yang dikatakan sahabatnya yang lain. Selama empat puluh hari Merzangus memacu kudanya melewati gurun pasir. Dia mencari keberadaan Maryam dari satu perkampungan ke perkampungan lain dengan mendaki gunung dan bukit serta menyeberangi lembah dan perkampungan. 263Tidak tersisa lagi tempat di sepanjang Laut Mati sampai Danau Jalilah yang tidak ia cari. Meski demikian, tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan Maryam dan putranya. Tidak hanya berhenti di situ, Merzangus juga melanjutkan pencarian dari Gurbara sampai timur Jabali Guruz. Di setiap perkampungan badui, kepada setiap karavan yang lewat, Merzangus bertanya tentang sosok Maryam. Seolah-olah ada rahasia Ilahi yang membuat jejak Maryam sama sekali tidak diketahui. Orang-orang badui di selatan padang pasir Tabariyah adalah penduduk yang bertugas menghapus jejak para karavan setelah kepergian mereka di waktu malam. Merzangus juga telah bertanya kepada mereka. Namun, begitu mereka mengatakan tidak ada jejak kaki seorang pun yang berjalan sendirian, Merzangus langsung memutuskan meninggalkan pencariannya di sebelah utara dan berbalik ke arah al-Quds. Keputusan ini dilakukan tepat setelah mencapai empat puluh hari semenjak Maryam keluar dari mihrab untuk melahirkan putranya. Empat puluh hari sudah Merzangus mencari dan terus mencari. Namun, tidak ada tanda yang menunjukkan keberadaan Maryam. Kini, ia pun harus kembali.... -o0o- 26431. Marym Bernaar Maryam terlihat begitu lapang setelah melahirkan bayinya dengan ketenangan yang telah diturunkan Allah. Tubuhnya pun terasa lebih kuat. Segera ia kumpulkan biji buah kurma untuk dimakan dan mengumpulkan air segar dari anak sungai yang mengalir di bawahnya untuk diminum. Ia juga segera menyusui bayinya saat air susunya mengalir. Setidaknya, Maryam sudah mengerti keadaan dirinya dan sang bayi yang terlahir tanpa seorang ayah. Masyarakat pasti mendakwa dirinya dengan kejam. Dan ini berarti akhir bagi kehidupan seorang wanita. Padahal, apa yang menimpanya semata-mata datang dari sisi Allah sebagai ujian. Sama sekali tidak ada kesalahan yang telah diperbuat Maryam. Ia bukan seperti yang dituduh kebanyakan orang. Apa yang dilakukannya, apa yang bisa dilakukan seorang Maryam dalam keadaan seperti ini? 265Begitulah, Maryam akan diam saja. Diam seribu kata sebagaimana yang diperintahkan kepadanya. Memang, setiap kata dan pembelaan tidak akan mengurangi tuduhan orang kepadanya. Selain itu, kejadian di luar kebiasaan umum yang dialaminya sangat adil jika diserahkan pada persidangan di dalam hatinya sendiri. “Aku mengadukan semua kejadian ini kepada Allah. Hanya Allah yang mungkin bisa mengampuni diriku,” ujar Maryam pada dirinya sendiri. Semua kejadian yang menimpanya memang datang dari sisi Allah. Dan hanya Allah pula yang akan mampu membelanya dengan cara paling baik. Sungguh, kata-kata bagi Maryam sedang dalam berada di bagian penghujung. Tidak satu pun pembelaan akan mampu menjadikan dirinya suci. Dan memang, dia adalah seorang yang suci sehingga bagaimana harus disucikan kembali? Dialah merupakan sosok yang “putih”, lalu bagaimana akan diperputih? Bagaimana kemaksuman akan membelanya? Jadi, biarlah mereka yang ingin menodai kemaksumannya berbicara semaunya hingga habis semua kata-kata. Biarlah Maryam tidak bicara. Biarlah ia diam seribu bahasa. Biarlah ia diam seribu kata. Sebab, “kata-katanya” telah berada dalam gendongannya. 266Apalagi, Maryam sudah mencurahkan semuanya. Ia luapkan hingga tak tersisa apa-apa, Selain Ruhullah yang ada dalam buaiannya... Dialah sang “Kalamullah” yang menjadi dalilnya. Sang dalil yang julukannya adalah Isa putra Maryam. Dialah kini yang akan mengatakan “kata-kata yang paling baik”. Paling baik bagi ibundanya dan juga bagi umat manusia. -o0o- 26732. Marym embai ke al-Quds Setelah selesai masa nifas empat puluh hari, ibunda Maryam segera bersuci, mandi, dan kemudian memotong kain yang telah dicucinya untuk membungkus sang bayi. Setelah itu, Maryam segera melangkahkan kaki... Selesai sudah masa empat puluh harinya... Saat melewati perkebunan zaitun, setiap orang yang mengenalnya selalu mengikuti untuk bertanya-tanya tentang bayi yang ada di gendongannya. Belum lagi pertanyaan lain soal mengapa dirinya keluar dari masjid dan benarkah gunjingan yang selama ini ramai dibicarakan tentang dirinya. Setiap Maryam dengan keputusannya. Ia sama sekali tidak menjawab semua pertanyaan orang-orang itu. Maryam diam seribu kata. Semakin diam, semakin orang-orang merasakan keteguhan Maryam untuk menjaga jarak dari mereka. Semakin diam, semakin teguh Maryam melangkahkan kakinya. Melangkah dengan menggendong putranya yang suci lagi mulia menuju Masjidil Aqsa. 268Pada saat itulah, di tengah perjalanan, ada beberapa orang dari kerabatnya yang menghampiri dan berkata, “Ah, Maryam! Sungguh, engkau telah berbuat hina!” Akhirnya ia menggendong bayinya untuk dibawa ke depan kaumnya. Mereka berkata, “Wahai Maryam, engkau sungguh telah berbuat hal yang hina! Wahai putri saudara perempuan Harun! Sungguh, ayahmu bukan seorang yang buruk, begitu pula ibumu! Kerabat dan tetangga terdekat juga kaget melihat Maryam sedang menggendong seorang bayi. Benarkah dia seorang Maryam yang selama ini mereka kenal sangat mulia? Terlebih- lebih dengan menggendong bayi, tanpa malu, dan melangkah di depan kerumunan masyarakat? Mosye, yang memang sejak awal telah memusuhi keluarga Maryam, memanfaatkan kesempatan itu untuk berteriak sekeras-kerasnya di depan kerumunan orang. “Dengan muka apa engkau berani-beraninya kembali ke masjid? Sungguh, engkau telah mengotori rumah suci ini! Siapa pun yang menjadi ayah dari anak itu, pergilah kamu ke rumahnya! Jangan sekali-kali berani datang ke masjid ini lagi!” Mendengar provokasi Mosye, semua orang jadi marah. Sebagian melempari Maryam dengan batu atau kayu. Sebagian lagi ada yang memukulinya sambil berkata-kata kotor kepadanya. Bahkan, anak-anak kecil pun ikut menyebar duri dan meludahi Maryam di sepanjang jalan. Sungguh, sebuah kejadian yang amat memilukan. Meski demikian kejam, Maryam tetap tidak menjawab sepatah kata pun. Ia hanya berusaha melindungi bayi yang ada di gendongannya sambil terus berjalan dengan penuh 269keyakinan. Keteguhan Maryam semakin membuat semua orang tercengang. Tak ada seorang pun yang mendekatinya. Maryam terus berjalan menuju masjid dengan langkah yang teguh bagaikan kapal yang telah diterpa ombak besar. Semua orang lalu berkumpul di alun-alun. Para pemimpin pesantren di Baitul Maqdis pun ikut datang. Mereka terpaku di atas tangga masuk sambil memandang kerumunan orang yang terus berdatangan memadati alun-alun masjid. Salah satu dari para pemimpin madrasah tersebut tidak lain adalah Nabi Zakaria. Begitu melihat Maryam, hatinya langsung seraya terkoyak. Sambil menuruni tangga, ia berteriak, “Maryam... anakku..!” Namun, Maryam tetap diam hingga tiba di tangga gerbang masuk. Dengan jari tangannya, Maryam memberi isyarat kepada orang-orang yang berkuruman untuk memerhatikan bayinya. Hal tersebut justru membuat orang-orang yang membencinya semakin ingin meluapkan kemarahan. “Jadi, dia ingin agar kita bicara dengan bayinya? Sungguh, ini adalah penghinaan bagi kita sehina perbuatan dosanya!” demikian kata mereka. Suara orang-orang mulai bergemuruh, berteriak-teriak. “....apa maksudnya ini? Bagaimana mungkin kita bisa berbicara dengan seorang bayi?” Mosye dan para pendukungnya makin meradang. “Coba perhatikan, wanita hina ini meminta kita berbicara dengan seorang bayi. Apakah dirinya ahli sihir? Bagaimana mungkin seorang bayi bisa bicara. Apakah ia akan bercerita tentang perbuatan dosa yang telah dilakukan ibunya?” 270Semua orang tertawa, mencaci-maki dengan kata-kata kotor. Dalam waktu yang sama, Merzangus datang menaiki kuda yang dipacu dengan kencang, sementara Yusuf berlari terengah-rengah dari tempat kerjanya sebagai tukang kayu. Tidak ketinggalan, al-Isya juga ikut berlari menerjang kerumunan orang bersama bayinya yang bernama Yahya. Dengan menangis tersedu-sedu, al-Isya berteriak kepada kerumunan orang-orang itu. “Jangan kalian sakiti dia. Semua ini datangnya dari Allah!” Namun, kata-kata itu tidak bisa menenangkan mereka. Bahkan, al-Isya juga mendapatkan pukulan dari orang-orang yang memang sejak awal berniat jahat. Begitulah, semuanya terjadi seketika pada saat itu. Mulailah sang bayi yang ada dalam gendongan Maryam berbicara. Sebab, ia adalah “Kalamullah”. “Diriku adalah hamba Allah. Ia telah memberiku Alkitab. Dan Ia telah mengutusku menjadi seorang nabi. Di mana pun aku berada, Ia akan memuliakanku. Ia telah memerintahkan kepadaku untuk mendirikan salat dan zakat sepanjang hidupku. Ia telah membuatku menghormati ibuku dan tidak membuatku menjadi seorang yang malang. Salam dan keselamatan terucap bagiku saat kelahiranku, sepanjang hidupku, dan saat diriku hendak dimasukkan ke dalam liang kubur.” -o0o- 27133. Ksah Tiga Bayi yng Mmpu Bicara Merzangus termenung. Ia membuka kembali catatan lama tentang tiga bayi yang dapat berbicara saat dirinya melakukan perjalanan panjang. Sungguh, kisah itu seperti sebuah ibarat yang begitu mulia. Merzangus pun tertegun merenunginya. Kisah itu kembali membuka cakrawalanya seperti sebuah jalan setapak yang mengantarkannyakejalan yang Merzangus benar-benar mampu memahami hakikat dan hikmah dari kisah itu. Pemikirannya begitu terang terbuka bagaikan bintang yang memberi isyarat dan pertanda baginya. Seolah kisah-kisah yang selalu ia dengarkan dari penuturan Zahter di sepanjang perjalanan telah menjadi guru di sepanjang usia kecilnya. Seperti kuliah di sepanjang perjalanan padang pasir. Sebuah kisah yang selalu melekat dalam ingatannya. Kisah penuh hikmah tentang tiga bayi yang bisa berbicara. 272Putra Maryam juga seorang bayi yang bisa berbicara, bahkan ketika masih dalam buaian bundanya. Kemudian, Merzangus teringat kisah lainnya. Salah satunya adalah Jurayj dari Bani Israil. Ia adalah seorang yang hanif, ahli salat, zakat, dan juga seorang mukmin yang sempurna. Suatu hari, saat dirinya sedang salat, ibunya memanggilnya sebanyak tiga kali. Saat itu, Jurayj tidak membatalkan salatnya. Setelah selesai, ia segera akan menunaikan apa yang diinginkan ibunya. Rupanya, sang ibu adalah sosok pemarah. Ia tidak sabar dan akhirnya berdoa jelek untuk sang anaknya. “Duhai Allah! Jangan cabut nyawa Jurayj sampai Engkau mengujinya dengan wanita!” Akhirnya, Jurayj mendapati ujian dengan seorang wanita saat ia menyendiri beribadah di salah satu tempat di kampungnya. Wanita tersebut tertarik oleh Jurayj yang memang masih muda dan tampan. Jurayj dapat membuatnya pergi dengan kebaikan akhlaknya. Namun, wanita itu masih terus menggodanya sampai akhirnya berbuat hina dengan seorang penggembala hingga mengandung seorang bayi. Wanita itu akhirnya memitnah Jurayj. Jurayj sama sekali tak tahu-menahu dengan semua kejadian ini. Ia masih khusyuk beribadah di dalam gubuk di pinggir kampungnya. Meski demikian, warga sudah telanjur marah karena isu yang diembuskan wanita itu. Mereka pun naik pitam dan beramai-ramai mendatangi Jurayj. Bahkan, 273gubuk tempat Jurayj beribadah dirobohkan. Tak sampai di situ, Jurayj pun sempat dipukuli. Jurayj lalu mengajak warga mendatangi tempat bayi wanita itu berada. Sesampai di sana, Jurayj bertanya kepada sang bayi, “Siapa bapak kamu?” Anehnya, sang bayi dapat menjawab pertanyaan itu dengan berkata, “Penggembala.” Karena sang bayi tiba-tiba dapat berbicara, warga pun kaget. Mereka akhirnya meminta maaf kepada Jurayj. Bahkan, mereka juga membangun kembali gubuk tempat beribadah yang telah dirusak sebelumnya. Kisah bayi berbicara lain juga berasal dari Bani Israil. Sang bayi dapat berbicara dengan ibundanya. Seorang wanita Bani Israil sedang menyusui bayinya berdoa ketika melihat seorang kesatria penunggang kuda lewat di depannya. “Ya Tuhan, jadikanlah bayiku ini seperti dia!” Mendengar doa sang bunda, bayi itu tiba-tiba dapat berbicara dengan berkata, “Ya Rabbi, jangan Engkau jadikan diriku sepertinya!” Beberapa saat kemudian, lewat seorang pembantu bersama putranya yang selalu dipandang hina masyarakat. Sang ibu bayi pun berdoa kembali. “Duhai Allah, janganlah Engkau jadikan anakku hina seperti wanita itu!” Mendengar doa itu, sang bayi pun kembali dapat berbicara, “Duhai Allah, jadikanlah diriku seperti dirinya!” 274Sang ibu kembali kaget. Akhirnya, ia bertanya kepada bayinya. Sang bayi pun menjawab, “Duhai Ibundaku! Kesatria itu adalah seorang yang zalim lagi sombong, sementera wanita pembantu itu adalah seorang yang maksum. Semua orang menyalahkan dirinya, padahal ia adalah seorang yang maksum lagi suci. Aku lebih memilih menjadi orang seperti wanita itu daripada menjadi seorang yang sombong dan zalim.” -o0o- 27534. Sift-Sift Isa  Dia adalah Kalamullah... Kelahirannya terjadi atas perintah Allah. Kun, jadi, maka jadilah... Dialah penjelas, pengingat, dan penanda mukjizat penciptaan-Nya... Ketika segala sesuatu tiada, Dialah Yang Mahaada. “Keberadaan” adalah Diri-Nya yang senantiasa ada di sepanjang masa... Saat Dia dalam kekayaan yang tersembunyi, Dia pun menginginkan untuk dikuak. Bertitahlah “jadi”, maka “jadilah”. Titah ini pula yang dicipta-Nya dalam penciptaan pertama. Titah yang pertama kali dicipta, dititahkan, dan yang pertama kali pula mengarungi perjalanan... Kalamullah. Laksana awal dari putaran jarum jam, seperti angka garis pertama dalam mistar, bagaikan batu pertama dalam fondasi suatu bangunan. Demikian pula saat bangunan alam ini disusun untuk kali pertama, saat matematika dipetakkan sangat awal, saat bangunan kehidupan pertama kali ditegakkan, ketika jagat raya pertama kali ditinggikan, saat kejadian pertama kali muncul, yang ada tidak lain adalah titah “KUN”. 276“Kun” seperti sel pertama, sidik jari. Ia adalah rahasia yang menggenggam segala cipta. Dan kalam, adalah penggenggam rahasia bagi pengucapnya... Kalam, adalah pejalan yang mengayunkan kakinya dari jiwa yang terdalam. Kalam, adalah serpihan yang tercerai dari kesatuan. Kalam, adalah perpisahan; terjadinya luka. Kalam, adalah perantauan. Kalam, adalah nama jalan, perjalanan, dan juga pejalannya. Kalam, adalah jejak penanda. Kalam, adalah milik Allah; titah-Nya. Kalam, adalah utusan. Kalam, adalah nama lain dari Nabi Isa; puji dan syukur semoga terpanjat untuk Zat yang telah menitahkannya. Dan kalam, adalah al-Masih... Dengan seizin Allah, seorang buta bisa menjadi sembuh setelah diusap al-Masih. Al-Masih adalah berarti seorang yang tidak bisa berdiam diri di suatu tempat, yang selalu bergerak, bermigrasi. Seorang yang di waktu pagi ada di sebuah tempat, di malam hari sudah berada di tempat lain. Itu juga nama minyak wangi yang diusapkan pada kepala raja bangsa Yahudi untuk menyucikannya sehingga sang raja pun dimuliakan.... Al-Masih, adalah hamba mulia dan suci. Al-Masih, seorang yang menggenggam as-syifa di tangannya. Al-Masih, seorang yang diberi ucapan selamat, dan juga yang memberi ucapan selamat... 277Al-Masih, seorang yang mengulurkan tangannya, yang menolong, menuntun. Al-Masih, seorang yang menerima dengan lapang dada; yang memberi salam keselamatan, kabar gembira... Al-Masih, adalah medali. Pangkat, piagam pengukuhan, ijazah kemampuan... Al-Masih, adalah Isa . Dan Nabi Isa adalah lencana kehormatan yang disematkan di dada umat manusia... -o0o- Ia adalah al-wajih… Isa, seorang yang mulia. Terhormat, menduduki tempat yang tinggi. Sosok yang diterima, dihormati, dan dicintai setiap orang. Yang didengar kata-katanya begitu memulai bicara di muka umum. Kata-katanya lembut, meyakinkan, dan jauh dari keraguan. Yang tidak pernah muram, selalu tersenyum dalam berzikir. Bahkan, saat masih berada di dalam kandungan sang ibu, ia senantiasa bertasbih, berbicara dengan sang bunda. Dikisahkan, semasa dalam kandungan, ia telah menghafal Taurat. Kemudian, kitab Injil diturunkan kepadanya. Hikmah. Seorang yang memberi kabar gembira mengenai kedatangan nabi terakhir bernama “Ahmad”. Seorang rasul mulia, baik di dunia dan akhirat. Dia adalah al-Mukarrib... 278Isa , seorang yang dekat dengan Allah. Allah pun dekat dengannya. Hamba yang juga mengajak umatnya mendekatkan diri kepada-Nya. Utusan yang telah mewakafkan dirinya di jalan Allah, untuk menjembatani umatnya dalam mendekatkan diri kepada-Nya. -o0o- Demikianlah, seorang bayi yang dapat bertutur kata mengenai kebenaran telah membuat hati sekerumunan orang tercengang. Mosye pun syok berat. Lidahnya kaku terjulur. Tubuhnya kejang sampai jatuh berguling-guling. Dari mulutnya keluar busa dan teriakan keras, “Tidak...! Tidak mungkin...!” Namun, apa yang terjadi telah benar-benar terjadi. Jika Allah menghendaki, pasti akan terjadi. Sementara itu, Nabi Zakaria tiada berhenti berucap puji dan syukur ke hadirat Allah atas apa yang telah disaksikannya. Demikian pula dengan Yusuf. Ia segera bersujud syukur di tempat itu juga. Sang bibi, al-Isya, baru saat itu berkesempatan bersua dengan kemenakannya. Bajunya sampai robek saat berdesakan menerobos kerumunan orang. Saat itulah dua bayi, Yahya dan Isa, dapat bertatap muka untuk kali pertama. Yahya berucap salam kepada Isa seperti saat masih berada dalam kandungan... Isa  senyum gembira mendapati 279temannya sesama bayi, seolah-olah bukan dirinya yang baru saja berbicara. “Tolong berikan jalan... berikan jalan! Salam dan keselamatan semoga tercurah untuk Isa ibnu Maryam! Dialah sang Kalamullah, al-Masih, semoga salam terucap untuknya! Berikan jalan wahai penduduk al-Quds yang kini telah mendapati limpahan nikmat agung!” Seorang yang berteriak-teriak demikian tidak lain adalah Merzangus. Seorang pahlawan yang tidak pernah turun dari kudanya sepanjang empat puluh hari masa nifas Maryam. Masa-masa sulit yang ia namai dengan “hari-hari arbain”. Selama masa itu, ia hanya memakan beberapa pucuk daun pakis untuk sekadar dapat tegak berdiri. Sama seperti Ibunda Maryam yang hanya memakan buah kurma dan meminum air dari sumber mata air. Bersama-sama mereka menuju rumah Nabi Zakaria... Ungkapan “air bisa saja tidur, namun musuh tidak mungkin” terbukti. Para ahli khianat rupanya ingin segera melupakan kekalahannya di waktu siang. Dengan mata hati yang telah tertutup dari hakikat kebenaran, mereka mengingkari apa yang telah disaksikan. Mereka terus mencari cara untuk segera keluar dari kekalahan. Mereka pun segera mengirimkan berita kepada Heredos. Bagi Roma, kemunculan seorang nabi dari kalangan Bani Israil adalah sebuah petaka. Seolah-olah belum cukup dengan kehadiran Nabi Yahya dan Zakaria, sehingga diutus lagi seorang Isa putra Maryam. 280Api pergolakan telah disulut di seantero Syam dan al-Quds. Penguasa Romawi benar-benar sudah tidak tahan dengan tiga orang nabi yang datang dari keluarga yang sama. Para pemuka Yahudi yang telah dirasuki sikap khianat, seperti Mosye, semakin khawatir dengan status mereka sebagai pemuka agama. Mereka pun melakukan berbagai cara agar dapat menjalin kerja sama dengan pemerintah Romawi untuk melenyapkan keluarga Imran dan Zakaria. Malam pun tiba dan rencana pembunuhan siap digelar. Kaum munaik mendirikan tenda-tenda di perbukitan zaitun. Bagaimana mungkin para rahib agama Yahudi telah berbalik mendukung orang-orang Romawi yang menyembah berhala? Mungkin, inilah akibat kecintaan orang terhadap kedudukan dan pangkat... Acara makan malam telah selesai dilakukan. Kemelut api itnah pun semakin cepat menyebar. Kali ini, Nabi Zakaria yang jadi sasaran. Semua orang mengatakan bahwa Nabi Zakaria adalah satu-satunya orang yang mungkin melakukan perbuatan nista dengan kemenakannya, Maryam. Kian hari, api itnah yang paling busuk ini telah menjalar dengan cepat di tengah-tengah masyarakat. Dengan tuduhan inilah para kaum durjana itu telah mengobarkan kemarahan warga untuk beramai-ramai membunuh Nabi Zakaria. Setelah itu, Maryam dan juga putranya. Terlebih, sesuai adat, rajam menjadi hukumannya. Menurut syariat agama Yahudi, dosa berbuat zina adalah harus dibunuh dengan dilempari batu. Nah, setelah Nabi Zakaria tewas, tentu jauh lebih mudah melenyapkan seorang ibu beserta anaknya. Inilah rencana mereka. Rencana yang membuat hati para pengkhianat senang bukan kepalang, luap dalam pesta-pesta minuman keras bersama dengan orang-orang busuk lainnya. 281Mosye bersama dengan para pengikutnya berkata, “Apa yang mereka katakan tidak mampu menembus daun telinga; dan tidak akan mungkin memengaruhi dan mengubah pendirian kami.” -o0o- Selang beberapa lama, dua prajurit Roma yang menjaga tenda penasaran dengan nyala lentera yang mereka lihat dari kejauhan di lereng sebuah bukit kebun zaitun. Mereka pun segera berjalan menuju ke arah nyala cahaya lentera itu. Akhirnya, mereka menemukan tempat Ham, Sam, dan Yafes melakukan uzlah atau mengasingkan diri. Saat melihat para darwis itu sedang beribadah, mereka pun beristirahat sebentar untuk mengabil napas. Di sela-sela pembicaraan terdengar percakapan mereka yang menyebut-nyebut Nabi Zakaria . “Hari esok adalah hari yang paling susah bagi orang tua itu.” Mendengar percakapan tersebut, sesaat setelah para prajurit itu pergi, Ham segera memacu kudanya untuk pergi menuju rumah Zakaria . Rumah Zakaria  rupanya telah dipenuhi orang-orang Mukmin. Tenang hati Ham saat melihat Merzangus sedang berdiri tegak di depan pintu dengan memegang sebilah pedang. Pada salah satu ruangan, Zakaria  dan tukang kayu Yusuf sedang berdiskusi. Yusuf sependapat dengan usulan agar Maryam harus segera keluar dari al-Quds demi keselamatan dirinya dan sang bayi. Sementara itu, Zakaria  akan tetap bersabar membimbing umat. 282Kini, yang menjadi pertanyaan, ke mana Maryam dan putranya harus dibawa pergi? Di manakah tempat yang paling aman untuk mereka? Saat mereka sedang membicarakan semua ini, tiba-tiba kuda Merzangus yang bernama Suwat mengamuk seraya menendang pintu masuk pekarangan. Saat orang-orang ingin mengetahui apa yang telah terjadi, si kuda memberikan isyarat ke sebuah arah dengan kepalanya. Tidak lama kemudian, orang-orang pun memahami apa yang dimaksud si kuda. “Ini adalah kuda peninggalan Siraj!” kata Merzangus. Merzangus juga mengingatkan, sebelum meninggalkan al- Quds, Siraj pernah berkata kalau kuda itu akan menemukan tempat dirinya berada. Kini, Siraj telah berada di Mesir. Merzangus pun menoleh ke arah Ham, Syam, dan Yusuf. “Kita bawa Maryam dan putranya ke Mesir!” Waktu sudah menipis. Mereka harus segera pergi, bahkan tanpa ada waktu untuk menyiapkan perbekalan. Agar aman dan tidak menarik perhatian, Merzangus dan Ham akan berjalan lebih dahulu, kira-kira satu kilo meter di depan. Di belakang, Yusuf akan mengawal Maryam dan sang putra yang dimasukkan dalam keranda yang ditarik seekor keledai. Dalam keadaan yang begitu terburu-buru, Yusuf bahkan tidak sempat mengenakan terompahnya, sementara Maryam mendekap erat sang putra yang tidak sempat ia kenakan baju. -o0o- 283284AIN 28535. ijrah ke Msr Adakah seorang nabi yang tidak diasingkan dari bangsa dan negerinya? Namun, hanya Nabi Isa yang diasingkan begitu lahir ke dunia. Begitulah, perjalanan hijrah telah tertulis sejak masa buaian. Mesir adalah tempat tujuannya. Sebuah tempat yang penuh menyimpan rahasia. Tempat berlindung sekaligus penjara bagi sebagian nabi. Ia telah menjadi tempat bertakhta bagi seorang nabi seperti Yusuf , tapi juga telah menjadi tempat saat membangun benteng bagi Musa . Mesir telah seakan-akan menjadi bentangan takdir bagi para nabi, laksana bentangan Sungai Nil dari hulu hingga ke hilir. Bagi Isa , Mesir adalah tempat berlindung, tempat bertamu, dan melewatkan masa kecil hingga dewasa. Beberapa abad kemudian, orang-orang akan saling bicara bahwa tempat yang diberi isyarat dengan nama “rabwa” tidak lain adalah Mesir itu sendiri. 286“Kami telah menjadikan Maryam dan putranya sebagai tanda kekuasaan kami. Kami telah berikan kepadanya tempat yang tinggi, tenang, kokoh, dan dilewati dengan sumber air.” al-Mukmin [40] 50 -o0o- Bersama dengan Yusuf, teman seperjuangannya, Maryam menyusuri jalan agar dapat sampai ke Mesir. Maryam dan bayinya menyelinap di balik keranda sempit yang terbuat dari anyaman bambu. Keras dan tajam papan bambu lama- kelamaan akan melukai tubuh bayi dan ibundanya yang tidak beralaskan apa-apa. Sampai-sampai Yusuf pun tidak tega saat kulit bambu telah membuat luka hingga bercak darah ada di mana-mana. Yusuf pun langsung melepaskan baju hangat yang menjadi satu-satunya harta dunia yang dimilikinya. Hanya baju itulah yang dapat mereka gunakan untuk berselimut. Satu-satunya harta di dunia adalah baju hangat itu. Namun, Yusuf telah merelakannya dengan sepenuh hati. Bahkan, ia sebenarnya telah memberikan jiwanya... Tak berselimut Maryam dan putranya. Saat itulah Yusuf telah menjadi cermin bagi manusia; cermin untuk berkorban demi cintanya. Cermin yang begitu jernih. Tanpa kotoran, tanpa goresan. Hanya pancaran cahaya cerah yang memantul darinya. Tanpa sedikit pun bercak. 287Tanpa sedikit pun penghalang. Tanpa sedikit pun kesamaran. Cermin untuk menunjukkan kedekatannya kepada sang Rabbi. Yang tak berpenghalang dengan sehelai selimut pun di dunia. Yang menyelinap bagaikan lesatan anak panah dari penghalang dunia. Yang menunjukkan kedudukan kedekatannya kepada yang mencipta. Yang membuat para malaikat pun iri kepadanya; Dialah Yusuf, yang menyusuri padang pasir tanpa alas kaki, tanpa baju yang menutupi punggungnya... -o0o- Saat itu, Maryam mencari sesuatu untuk dijadikan sebagai alat memintal. Kemahiran dasar yang dimiliki oleh para ibu bangsa Palestina. Mulailah Maryam mengurai benangnya. “Risyte-i Maryam”, demikian bait-bait puisi akan menamakan baju yang dipintalnya. Demikianlah yang disampaikan Hakani dari Yawsi dalam catatannya “Telah dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa begitu lembut kain yang dipintal Maryam. Jika tidak dilipat dua, ia masih licin dipegang.” 288Begitu lembut Risyte-i Maryam menutupi tubuh Isa yang masih bayi. Sedemikian lembut ia sehingga orang-orang yang melihatnya akan menyebutnya sebagai “kain pintal malaikat”. Itulah baju Isa yang dipintal ibundanya. Risyte-i Maryam tak lain adalah arti kesabaran. Risyte-i Maryam menyimpan erat rahasia kepedihan yang tidak pernah dirasakan orang. Risyte-i Maryam adalah berbuka puasanya sang ibunda dari tidak berbicara. Semakin berpuasa dari bicara, semakin lembut kain hasil pintalannya... Kain selembut itulah yang terpintal dalam perjalanan takdir Isa al-Masih... Begitulah perjuangan seorang ibunda untuk dapat menyelimuti bayinya, sampai kemudian memakaikannya dengan kancing peniti alakadarnya... Itulah “Suzen-i al-Masih”. Demikian orang menyebut hadiah yang telah diberikan kepada Isa ibnu Maryam... Kenangan yang membuat para malaikat di langit keempat saling bertanya “Tidakkah engkau tahu bahwa tidak diperkenankan memasuki surga dengan harta dunia, wahai Isa?” Isa  pun menjawabnya “Suzen ini adalah kenangan dari ibuku, Kenangan yang mengangkatku dari bumi ke langit... Yang dipintal ibundaku yang bernapaskan Ruh Suci.” Terpana para malaikat mendengarkan jawaban sang al- Masih. Sejak saat itulah Suzen-i Isa terkenang di alam langit. 289Sampai berabad-abad kemudian, saat terjadi peristiwa Karbala, Suzen itu pula yang selalu menangis pada peristiwa yang dialami oleh Husein. Saat para kesatria Karbala dipenggal kepalanya, Saat itulah Suzeni Isa dirobek-robek, tercerai-berai menyebar ke angkasa Hingga tiap serpihannya menancap ke dalam hati para darwis cinta. -o0o- Para prajurit raja dan pendukung Mosye rupanya ikut mengejar mereka ke Mesir. Benar, jika seseorang telah berkata bahwa “hati seseorang yang mencintai demi Allah tidak akan tertidur”. Demikian pula hati Merzangus dan juga Ham yang selalu beribadah di gubuk di lereng bukit Zaitun... “Kini, saatnya kita membawa bukti rumput egrelti dari Kampung Rempah-Rempah,” kata Ham. Dalam waktu yang bersamaan, kuda yang ditungganginya berbelok arah seraya melesat kencang bagaikan anak panah lepas dari busur untuk mencapai pejalan yang ada di belakangnya... Ham tertegun. Air matanya berlinang saat melihat Yusuf yang menyusuri jalan tanpa alas kaki dan tanpa baju yang menutupi punggungnya. Belum lagi saat menyaksikan keranda tempat Maryam dan putranya telah penuh dengan bercak darah. Segera ia keluarkan rumput egrelti yang dibawanya untuk diulurkan kepada Maryam dalam muka tertunduk pedih. 290“Mohon oleskan tanaman ini pada luka Anda, wahai Tuan Putri! Dengan seizin Allah, semoga tanaman yang kelak akan dikenang dengan nama Buhuru Maryam ini dapat meringankan luka Paduka.” “Masyaallah tabarakallah,” kata Maryam seraya menyisipkan tanaman itu ke dalam buaian Isa. Begitulah, tanaman dan bunga-bungaan yang dibawanya dari Kampung Rempah-Rempah satu per satu akan mendapati tempatnya sebagai dalil. Isa putra Maryam kelak akan bersemayam dalam wewangian yang kelak juga akan menjadi jejak wangi nabi akhir zaman. Dialah seorang yang namanya al-Masih, al- Habib.... Ham kemudian menoleh ke arah sahabat perjuangannya, Yusuf sang tukang kayu. “Ada satu hal yang pernah dikatakan orang Badui padang pasir. Jika engkau mengusapkan tanaman egrelti ini, orang- orang yang menguntit di belakang akan kebingungan mencari jejak kita.” Ham pun segera memacu kudanya untuk kembali menyertai Merzangus memandu perjalanan di depan. Seekor keledai milik Yusuf sang tukang kayulah satu- satunya hewan yang pernah dinaiki Maryam. Ia tidak pernah menaiki unta, tidak pula kuda. Berabad-abad kemudian, seorang sahabat Allah yang bernama Abu Hurairah berkata demikian untuk Maryam. 291 Nabibersabda, “Akulah ubin itu, Aku adalah penutup para nabi”. Umat Islam pun diperintahkan meyakini dan menghargai seluruh para nabi plus kitab suci yang dibawanya. Jika para nabi yang membawa ajaran-ajaran ketuhanan itu dikatakan Muhammad sebagai bersaudara, maka para pengikut atau pemeluk agama- agama itu disebut sebagai Ahli Kitab.
faith Download. fatawa on the rulings of the athaan. Download. fiqhus sunnah-sayyid sabiq. Download. fortification of the muslim through the remembrance and supplication from the quran and the sunnah. Download. forty hadeeth qudsi.
JudulBuku : Download Koleksi The Greatest Women Karya Sibel Eraslan. Sibel Eraslan merupakan penulis asal Turki yang pandai menuliskan sejarah dalam kemasan yang asik untuk dibaca. Series novelnya yang terkenal dan menjadi best seller adalah mengenai 4 wanita penghuni Surga yaitu Fatimah, Khadijah, Asiyah dan Maryam. Memilahdan Memilih Takdir, Yuk Kita Ubah Takdir, Takdir-Qadla-Qadar Yang Penuh Tanda Tanya, Adakah manusia Ditakdirkan Masuk Neraka, Mampukah Manusia Mengubah Takdir, dan tentu saja juga Takdir dan Kehendak Bebas. Semua term saya memang usahakan sebagai bagian dari memahami ayat-ayat Allah. Novelini merupakan salah satu buku dari serial 4 wanita penghuni surga yang ditulis Sibel Eraslan, seorang wartawan asal Turki. Membahas tentang asal usul M 6tWt.
  • 8p6qx3aepj.pages.dev/148
  • 8p6qx3aepj.pages.dev/240
  • 8p6qx3aepj.pages.dev/238
  • 8p6qx3aepj.pages.dev/209
  • 8p6qx3aepj.pages.dev/242
  • 8p6qx3aepj.pages.dev/244
  • 8p6qx3aepj.pages.dev/111
  • 8p6qx3aepj.pages.dev/296
  • 8p6qx3aepj.pages.dev/112
  • maryam bunda suci sang nabi pdf